Nama sajian dawet Jembut Kecabut yang merupakan singkatan dari dawet JEMbatan BUTuh KECAmatan BUTuh memang sudah tidak diragukan lagi cita rasanya. Warung dawet ireng milik Pak Wagiman ini sudah menjadi daya tarik kuliner khas Purworejo. Banyak orang rela melakukan perjalanan jauh untuk menuju ke warung es dawet ireng khas Purworejo ini untuk menikmati cita rasanya. Hal inilah yang kami lakukan ketika sudah lama tidak mencicipi hidangan ini. Perjalanan sejauh 80 km dari pusat kota Yogyakarta, akmi niatkan untuk menyantap sajian minuman unik ini.

Warung Dawet Ireng Pak Wagiman ini berukuran kecil dan sederhana namun dijejali oleh kendaraan beroda empaty dari luar kota. Sebagian diantaranya sedang melakukan perjalanan dan kebetulan melewati tempat ini dan sebagian lagi termasuk kami khusus menyempatkan ke warung ini. Cara menikmati dawet ireng ini langsung disantap atau diberi tambahan tape ketan berwarna putih yang disediakan disamping penyaji dawet. Harga yang ditawarkan untuk satu porsi dawet ireng adalah Rp 4.000, - (september 2017) dan cukup murah unutk ukuran sajian wisata kuliner.


Malam hari ketika menginap di Lawu Forest Camp, kami memilih untuk mencari makanan di luar penginapan. Pilihan awalnya adalah mencari warung makan di sekitar wisata Telaga Sarangan. Namun karena waktu sudah agak malam, warung-warung makan yang berdiri sudah tutup. Akhirnya kami turun menuju ke arah kota Magetan. Memasuki pusat kota kecamatan Plaosan, terlihat keramaian pasar pada malam hari dan akhirnya kami menghentikan kendaraan di area pasar ini. terlihat beberapa warung makan yang menjajakan beraneka makanan mulai dari pecel lele, nasi raems, nasi pecel, bakmi jawa, dan sebagainya. Ada satu warung yang menarik perhatian kami yaitu warung rica-rica menthok. Menu makanan yang ditawarkan berbeda dibandingkan warung makan yang lain dan akhirnya kami mampir di warung ini.

Penyajian Rica-Rica Menthok di sebuah warung kakilima Pasar Plaosan menggunakan piring tanggung berwarna bening yang terdiri dari rica-rica menthok, sepotong daun selada, dan beberapa potong mentinum. Nasi putih dipisah pada piring tersendiri. Cita rasa yang ditawarkan cenderung pedas, gurih, dan sedikit asin khas bumbu rica-rica. Bila masih kurang pedas disediakan sambal di meja makan. Harga yang ditawarkan cukup terjangkau dan dapat menjadi alternatif pilihan bersantap selain nasi pecel Magetan.


Pagi menjelang matahari terbit cukup dingin, suhu mencapai 7 derajat Celcius tidak membuat semangat kami pudar. Kami segera memanaskan sepeda motor dan check out dari kamar hotel. Tujuan pertama kami adalah bukit Sikunir. Perjalanan kami mulai dengan melewati pemukiman penduduk, melewati jalan yang belum teraspal, dan tentu saja jalan naik turun melewati barisan bukit.
Sebelum memasuki area parkir bukit Sikunir, kami memasuki Telaga Cebong, sebuah telaga yang terbentuk dari kawah yang telah mati dan belum dikelola menjadi obyek wisata. Kabut tebal menyambut kami dan akhirnya kami memutuskan untuk membatal kan perjalanan menuju ke bukit Sikunir. Harapan untuk melihat matahari terbit dari puncak bukit Sikunir sangat tipis karena kabut tebal tersebut tidak menghilang dari pandangan kami.

Kami berhenti di tepi jalan yang disebelah bawahnya merupakan ladang penduduk yang berada di sebelah telaga. Pemandangan Telaga Cebong tertutup oleh kabut tebal, kami hanya bisa melihat bagian tepi telaga saja. Udara pagi cukup dingin membuat kami merapatkan sarung dan jaket agar tetap hangat.
Di Telaga Cebong ini kami menunggu matahari terbit, pukul enam serasa pukul lima pagi. Sambil menikmati keindahan Telaga Cebong, kami bertemu sapa dengan dengan penduduk Dieng yang tinggal di desa Sembungan yang lokasinya dekat Telaga Cebong. Penduduk tersebut merupakan seorang petani yang sedang berangkat menuju ladangnya. Petani tersebut cukup ramah kepada kami, bercerita sedikit mengenai daerah tersebut dan mau berfoto dengan kami.

Kami melihat ada sedikit perbedaan orang Dieng dengan penduduk Jawa biasa, setiap penduduk pria yang kami temui hampir semuanya menggunakan kain sarung di lehernya. Entah karena untuk menghangatkan tubuh atau memang gaya berpakaian mereka begitu. Kami kemudian melanjutkan perjalanan menuju kawasan obyek wisata.

Di sebuah bukit yang terletak di tepi jalan, kami berhenti menikmati sedikit pancaran sinar matahari yang sebelumnya tertutup kabut. Istirahat sejenak sambil menunggu kawasan obyek wisata dibuka. Semua obyek wisata dibuka pada pukul 07.00 dan berakhir pukul 16.00.